0

Cerita Naga Cilik Naci dan Bakso Bakar

Hari sudah siang. Matahari sudah di ubun-ubun.
"Naci, makanlah," pinta Ibu Naga pada anaknya, Naci si naga cilik.
Naci melongok ke meja makan, lalu melengos. Ibu memasak daging panggang, sup jamur, dan sayuran rebus. Naci bosan dengan masakan Ibu. Meski tiap hari Ibu memasak makanan yang berbeda-beda, Naci tetap saja bosan.

"Ayo makan, Nak?" ajak Ibu lagi.

Naci mengangguk. Dia menyiapkan piring dan makanannya. Akan tetapi, dia masih terus melamun. Saat ini, yang paling Naci inginkan adalah bakso bakar yang dijual Natu, si naga tua. Natu menjual bakso bakar di pinggir jalan. Dia membakarnya dengan api yang keluar dari mulutnya.

Aroma bakso bakar itu sungguh sedap. Akan tetapi, Ibu selalu saja melarang Naci membelinya. Kata Ibu, lebih baik makan masakan yang dimasak Ibu. "Kita tak tahu bahan bakso bakar itu. Apakah bersih? Apakah sehat?" kata Ibu.

"Tapi rasanya enak!" Naci ngotot.

Ibu melotot. "Berarti kamu sudah pernah jajan bakso bakar itu, ya? Kan, Ibu sudah melarangmu!"

Ups, Naci menutup mulut. Dia keceplosan. Dia memang sering bell bakso bakar itu dengan uang sakunya. Ibu tak tahu itu. Kalau Ibu tahu, bisa-bisa Ibu menyetop uang jajannya.

Tak terasa, liur Naci menetes membayangkan bakso bakar Natu. Bakso yang dibakar dengan dilumuri banyak kecap dan bawang itu sungguh menggugah seleranya.

Diam-diam, Naci sudah merencanakan akan bell bakso bakar itu lagi besok. Nasi akhirnya makan. Akan tetapi, dia makan dengan ogah- ogahan. Benaknya masih terus membayangkan bakso bakar.
"Naci! Sini, cepat!" Tiba-tiba Ibu berteriak dari ruang keluarga. Naci buru-buru menyeka mulut dan mendatangi Ibu yang sedang nonton TV.
"Dengarkan berita ini," pinta Ibu.
Di TV, penyiar sedang memberitakan bahwa saat ini banyak daging bangkai yang dijual di pasar. Salah satu pembelinya ternyata adalah Natu. Natu pun dibawa ke kantor polisi naga untuk ditanyai, mengapa dia menggunakan daging bangkai yang tak sehat untuk diolah jadi makanan.


"Saya ... anu, daging bangkai, kan, murah. Jadi, saya bisa untung banyak," kata Natu terbata.
Naci melongo. Perutnya mendadak mual membayangkan daging bangkai. Terbayang sepuluh tusuk bakso bakar yang dimakannya kemarin. Ternyata, Natu juga menambahkan formalin ke dalam adonan baksonya.
"Agar bau busuknya tidak tercium," kata Natu lagi.
Naci makin mual. Dia pernah membaca tentang formalin di ensiklopedia di perpustakaan sekolah. Itu zat yang sangat berbahaya, bisa memicu timbulnya penyakit berat, seperti kanker. Naci menunduk. Diam-diam dia melirik ibunya.
"Ibu, jangan marahi aku ya?" pinta Naci pelan.
Ibu menoleh dan tersenyum, "Kamu sekarang sudah tahu, kan, kenapa Ibu melarang?"
"Apakah Ibu akan menghukumku?" tanya Naci. Ibu mengangguk, "Tentu! Kamu harus dihukum."
Naci memandang Ibu dengan memelas. Dia pikir, ibunya akan menghapus uang sakunya. Atau, mungkin Naci harus membersihkan sumur selama satu bulan.
"Hukumanmu adalah ... kamu harus mencari resep bakso bakar, lalu menyiapkan bahan-bahannya. Kita akan mencoba membuat bakso bakar sendiri."
Naci terbelalak. Membuat bakso bakar sendiri? Wah, pasti seru. Naci mengangguk mantap dan memeluk ibunya.
"Siap, Bu."
Hikmah moral yang dapat diambil dari Dongeng Anak Cerita Naga Cilik Naci adalah
Apakah kalian pernah melanggar nasihat Mama unbuk tidak JaJan sembarangan? Mungkin, kalian pikir, Mama tidak sayang pada kalian sehingga tidak mengijinkan kalian makan jajanan yang kelihatannya enak—enak itu.

Tentu tidak, Teman. Mama tak mungkin melarang tanpa alasan. Mama hanya ingin kalian makan makanan yang sehat dan Jelas asal usulnya. Ingatlah, makan jajanan sembarangan bisa menimbulkan penyakit. oleh karena itu, sebelum jajan, bertanyalah dulu pada Mama, bolehkah memakan jajanan itu?

Jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada kalian, kalian sendiri yang rugi, kan? Dan, Mama tentu juga akan sangat sedih.

Posting Komentar

 
Top